Selasa, 27 November 2012

materi sejarah kelas XI semester 2


MASA PENDUDUKAN JEPANG DI iNDONESIA
A. Kebijakan Politik Pemerintah Pendudukan Jepang
Penyerahan tanpa syarat Letnan Jenderal H. Ter Poorten, Panglima Angkatan
Perang Hindia Belanda kepada pimpinan tentara Jepang Letnan Jenderal Hitoshi
Imamura terjadi pada tanggal 8 Maret 1942. Hal ini menandai berakhirnya pemerintahan
Hindia Belanda di Indonesia yang kemudian digantikan oleh pemerintahan pendudukan
Jepang. Indonesia memasuki period baru, yaitu periode pendudukan militer Jepang.
Terdapat tiga pemerintahan militer pendudukan, yaitu sebagai berikut.
1. Pemerintahan militer Angkatan Darat (Tentara ke-25) untuk Sumatra dengan
pusatnya di Bukittinggi
2.  Pemerintahan militer Angkatan Darat (Tentara ke-16) untuk Jawa-Madura
dengan pusatnya di Jakarta
3. Pemerintahan militer Angkatan Laut (Armada Selatan ke-2) untuk daerah
Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan pusatnya di Makassar.

Pada mulanya, tentara Jepang membentuk pemerintahan pendudukan militer di Pulau
Jawa yang bersifat sementara. Hal itu sesuai dengan Osamu Sirei (Undang-Undang
yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara ke-16) No. 1 Pasal 1 yang dikeluarkan pada
tanggal 7 Maret 1942.
Koordinator pemerintahan setempat disebut gunseibu. Misalnya wilayah Jawa
Barat pusat koordinator pemerintahan berada di Bandung. Pada setiap gunseibu
ditempatkan beberapa komandan militer. Mereka mendapat tugas untuk memulihkan
ketertiban dan keamanan, menanam kekuasaan, dan membentuk pemerintahan setempat.
Jepang kekurangan tenaga pemerintahan yang sebenarnya telah dikirimkan, tetapi
kapalnya tenggelam karena diserang oleh Sekutu dengan menggunakan terpedo. Oleh
karena itu, dengan terpaksa diangkat pegawai-pegawai bangsa Indonesia.  Hal itu
tentunya menguntungkan pihak Indonesia karena memperoleh pengalaman dalam bidang
pemerintahan.
Di Jawa Barat, pembesar militer Jepang menyelenggarakan pertemuan dengan
para anggota Dewan Pemerintahan Daerah dengan tujuan untuk menciptakan suasana
kerjasama yang baik. Gubernur Jawa Barat, Kolonel Matsui, didampingi oleh R. Pandu
Suradiningrat sebagai wakil gubernur, sedangkan Atik Suardi diangkat sebagai
pembantu wakil gubernur.
Pada tanggal 19 April 1942, diangkat residen-residen berikut ini :
1. R. Adipati Aria Hilman Djajadiningrat di Banten (Serang)
2. R.A.A Surjadjajanegara di Bogor
3. R.A.A Wiranatakusuma di Priangan (Bandung)
4. Pangeran Ario Suriadi di Cirebon
5. R.A.A Surjo di Pekalongan
6. R.A.A Sudjiman Martadiredja Gandasubrata di Banyumas.

Di kota Batavia, sebelum namanya diubah menjadi Jakarta, H. Dahlan Abdullah
diangkat sebagai kepala pemerintahan daerah kotapraja, sedangkan jabatan kepala polisi
diserahkan kepada Mas Sutandoko.
Jepang juga mengeluarkan berbagai aturan. Dalam undang-undang No. 4
ditetapkan hanya bendera Jepang, Hinomaru, yang boleh dipasang pada hari-hari besar
dan hanya lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo, yang boleh diperdengarkan. Selanjutnya
mulai tanggal 1 April 1942 ditetapkan harus menggunakan waktu (jam) Jepang. Mulai
tanggal 29 April 1942 ditetapkan bahwa kalender yang dipakai adalah kalender
Jepang yang bernama Sumera. Tahun 1942, kalender Masehi sama dengan tahun 2602
Sumera. Demikian juga setiap tahun rakyat Indonesia diwajibkan untuk merayakan hari
raya Tencosetsu¸ yaitu hari lahirnya Kaisar Hirohito.
Pada bulan Agustus 1942 pemerintahan militer Jepang meningkatkan penataan
pemerintahan. Hal itu tampak dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 27 tentang
aturan pemerintahan daerah dan Undang-Undang No. 28 tentang aturan pemerintahan
syu dan tokubutsu syi.
Didepan Sidang Istimewa ke-82 Parlemen di Tokyo, Perdana Menteri Tojo pada
tanggal 16 Juni 1943 memutuskan bahwa pemerintah pendudukan Jepang memberikan
kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk turut mengambil bagian dalam
pemerintahan. Selanjutnya, pada tanggal 1 Agustus 1943 keluar pengumuman Saiko
Syikikan tentang garis-garis besar rencana mengikutsertakan orang-orang Indonesia
dalam pemerintahan negara.
Pengikutsertaan bangsa Indonesia tersebut dimulai dengan pengangkatan Prof.
Dr. Hoesein Djajadiningrat sebagai Kepala Departemen Urusan Agama pada tanggal 1
Oktober 1943. Pada tanggal 10 November 1943, Mas Sutardjo Kartohadikusumo dan
R.M.T.A Surio masing-masing diangkat sebagai residen (syucokan) di Jakarta dan
Bojonegoro. Selanjutnya, pengangkatan 7 penasehat bangsa Indonesia dilakukan pada
pertengahan bulan September 1943. Mereka disebut sanyo dan dipilih untuk enam
macam departemen (bu), yaitu berikut ini
1. Ir. Soekarno untuk Somubu (Departemen Urusan Umum)
2. Mr. Suwandi dan dr. Abdul Rasyid untuk Naimubu-bunkyoku (Biro Pendidikan dan
Kebudayaan Departemen Dalam Negeri)
3. Prof. Dr. Mr. Supomo untuk shihobu (Departemen Kehakiman)
4. Mochtar bin Prabu Mangkunegoro untuk Kotsubu (Departemen Lalu-Lintas)
5. Mr. Muh. Yamin untuk Sendenbu (Departemen Propaganda)

Badan Pertimbangan Pusat atau Cuo Sangi In adalah suatu badan yang bertugas
mengajukan usul kepada pemerintah serta menjawab pertanyaan pemerintah tentang
politik dan menyarankan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintahan
militer.
Pada bulan Juli 1944, Kepulauan Saipan yang letaknya sudah berdekatan dengan
kepulauan Jepang jatuh ke tangan Amerika.
Salah satu cara yang dilakukan Perdana Menteri Koiso untuk mempertahankan
pengaruh Jepang di negeri-negeri yang didudukinya adalah dengan menjanjikan
kemerdekaan kelak di kemudian hari. Melalui cara demikian rakyat di negeri-negeri
tersebut akan menyambut kedatangan pasukan sekutu sebagai penyerbu terhadap
negerinya.
Tanggal 1 Maret 1945 mengumumksn pembentukan Badan Penyelidik Usaha-
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia / BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai). Tujuan
pembentukan badan itu adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting
menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka.

sumber: http://nurekaw.blogspot.com/2012/06/blog-post.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar